Anak penuh dengan kemauan belajar. Tapi penolakan atau larangan dari orangtua, bisa melunturkan kemauan belajar tersebut. 
Kemauan belajar anak butuh dukungan dan kemerdekaan belajar dari orangtua. Kemerdekaan belajar bukan hanya untuk menciptakan kegemaran belajar, tapi juga ketekunan belajar anak. Tiada kata berhenti untuk belajar. Inilah yang tergambarkan pada acara Suara Anak.

Pagi yang cerah dan suasana kota Yogya yang bersahabat mengawali pagelaran acara Suara Anak #6 Yogya pada Minggu 1 Mei 2016. Di dalam ruangan amfiteater yang keren, bukan saja riuh obrolan orang dewasa menemani suara latar yang ceria. Teriak dan tawa jenaka anak ikut menyelimuti deret kursi berwarna merah di Grhatama Pustaka, Yogyakarta, pagi itu. Suara Anak #6 Yogya siap digelar mulai pukul 10.00 hingga dua jam berikutnya.

Adalah Tukini, besutan Regina Stella, mengawali pagelaran itu dengan sapaan khas Tuki, “Haalooooo… teman-temaaan…” dan dimulailah saat yang ditunggu-tunggu. Tukini sangat menghibur dan menebar kebahagiaan bagi para presentan maupun audiens. Suasana rileks dan gembira mendukung semangat belajar pagi itu.

temantakita1
Andrie Firdaus memberikan sedikit wawasan tentang latar belakang dan tujuan diadakannya Suara Anak. Menurutnya, setiap anak pasti memiliki kemauan belajar. Ketika kita memerdekakan anak untuk belajar, keajaiban terjadi. Kemauan belajar membuahkan hasil bukan hanya bagi dirinya, tetapi juga masyarakat. Acara Suara Anak menjadi ruang apresiasi bagi anak yang menekuni kegemarannya.

Ken, begitu panggilan. Sosok presentan pertama ini menyimpan kelembutan di dalamnya. Ketekunannya mempelajari Aikido memberi terang bagi dirinya bahwa tidak semua ilmu bela diri berisi kekerasan. Ken Penggalih Suci mempresentasikan bahwa Aikido tidak bertujuan menyakiti orang lain. Alih-alih menggunakan kekerasan, Aikido memanfaatkan energi yang ada di sekitar untuk membela diri.

Presentan berikutnya adalah seorang anak yang memiliki kegemaran bercerita dan berimajinasi. Seolah tanpa batas, Allen Artyaga Arviantoro, mengomandoi seluruh indranya untuk menangkap informasi dan mengolahnya menjadi sebentuk cerita. Bahkan Allen gemar sekali merangkum sebuah cerita, lalu menceritakan ulang cerita itu dengan warnanya. Tak luput, imajinasi yang merdeka menghiasi isi ceritanya.

Abror Ilham memasuki ruang pagelaran dengan gaya yang berbeda, khas seorang penari klasik. Sebagai presentan ketiga, audiens sudah disuguhi oleh luwes gerak berpadu ketegasan laku dari sosoknya. Abror Ilham menekuni seni tari klasik setelah terinspirasi oleh tokoh Hanoman. Inspirasi itu membawanya menekuni gelar seni tari klasik. Abror belajar jika ingin menjadi penari yang gemilang maka ia harus tekun berlatih serta tidak surut mempelajari tari baru.

temantakita
Sebagai presentan ke-4, Sang Puan Daulat membawa audiens mencintai alam dan lingkungan. Kegemarannya mendesain dan menggambar lingkungan, khususnya lingkungan pertanian, patut diacungi jempol. Ragam media digunakan Sang untuk menceritakan kehidupan para petani. Kegemarannya menggambar dunia petani dan pertanian menyimpan misi mulia. Ia ingin setiap orang menghargai para petani dan menyukai aktivitas berkebun.

Presentan terakhir bernama Dei Filio. Fio panggilannya. Gesturnya yang kocak dan menghibur mewarnai presentasi tentang kegemarannya membuat prakarya dari kertas. Imajinasinya yang tak terbendung mendorong Fio menjadikan tokoh wayang sampai superhero menjadi prakarya. Dalam membuat prakarya, Fio juga mempelajari kekuatan serta karakter tokoh yang dibuatnya. Dengan begitu, hasil prakarya yang dibuatnya memberi bahan bagi Fio untuk melakukan kegemarannya yang lain, bercerita.

Kelima presentan di Suara Anak Keenam Jogja bukan hanya menghibur audiens, tetapi juga banyak yang membuka wawasan serta memberikan inspirasi. Lebih-lebih kepada orang tua dan pendidik, Suara Anak memberikan angin segar bagi anak untuk dapat berbagi dan menampilkan bakatnya tanpa harus mengikuti perlombaan.

Salah satu orang tua yang hadir di Suara Anak, Radhan, mengatakan, “Acara ini harus diselenggarakan di banyak tempat, karena memberikan ruang bagi anak Indonesia menampilkan bakatnya tanpa harus berkompetisi. Saat ini pendidikan yang dibutuhkan anak adalah untuk berkolaborasi dan bukan untuk berkompetisi.”

Sebagaimana acara Suara Anak dibuat melalui suatu kolaborasi antara penggiat pendidikan, orang tua serta pihak-pihak terkait, anak juga dididik untuk berkolaborasi. Para penampil di Suara Anak berlatih untuk tidak saling berlomba menjadi presentan terbaik, tetapi saling menghargai dan mengapresiasi. Seperti halnya yang dikatakan oleh audiens lainnya yang merupakan Ibunda Fio, salah satu presentan, “Acara Suara Anak sangat bagus karena dapat menginspirasi dan mengapresiasi bakat yang ditekuni anak.”

Dengan berkolaborasi dan saling menginspirasi, semoga Suara Anak akan berkembang di seluruh penjuru tanah air.

Acara ini juga dapat Anda nikmati pada tautan berikut ini:
Video: https://youtu.be/8Hrv8xDzKns
Tulisan: http://temantakita.com/kemauan-belajar/